Setelah selama 100 tahun menyimpan ribuan artefak suku inca, Yale University akhirnya bersedia mengembalikan artefak-artefak yang diambil dari reruntuhan Machu Picchu itu ke tangan rakyat Peru. Ribuan Artefak itu satu persatu akan dikembalikan mulai awal 2011.
Perdebatan sengit mengenai
status kepemilikan artefak antara Pemerintah Peru dan Yale University itu berlangsung selama tujuh tahun. Berbagai cara dilakukan Peru untuk memperoleh kembali artefak-artefak itu, mulai dari aksi protes di jalan hingga gugatan ke pengadilan. Bahkan, Presiden Peru Alan Garcia, pekan lalu, berkirim surat kepada Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang berisi permintaan agar artefak itu dikembalikan ke Peru tanpa syarat.
Garcia menekankan kata-kata tanpa syarat itu karena sebelumnya Yale University bersedia mengembalikan artefak asalkan Peru berjanji merawat artefak dengan baik. Setelah proses negosiasi yang alot, Garcia jum'at (26/11), mengumumkan kesediaan Yale University mengembalikan ribuan artefak yang diambil dari situs arkeologi yang terletak di pegunungan Andes itu.
Ribuan artefak, seperti keramik, perhiasan, dan tulang-belulang, itu diambil oleh lulusan Yale University sekaligus penjelajah bernama Hiram Bingham yang menemukan kembali Machu Picchu antara tahun 1912 dan 1916. Menurut Peru, pada waktu itu Bingham hanya minta izin meminjam artefak-artefak itu untuk dipelajari. Namun sampai hari ini ribuan artefak itu tidak kembali.
Menurut perhitungan Peru, paling tidak ada 46.000 artefak yang diambil. Namum Yale University mengaku hanya ada 5.500 artefak di tangan mereka dan hanya 330 artefak diantaranya yang "layak museum."
Mengenai kepastian jumlah ini belum ada kejelasan karena, bagi Peru, yang penting artefak-artefak itu kembali ke Peru. Pengembalian artefak milik suku Inca ini penting karena tahun depan Peru memperingati 100 tahun ditemukannya kembali Machu Picchu.
Nyaris Hilang
Sebelum ditemukan oleh Bingham, Machu Picchu disebut-sebut nyaris hilang lagi gara-gara banjir bandang Sungai Urubamba di dekat Machu Picchu. Di dalam Machu Picchu yang dibangun sekitar tahun 1450 oleh penguasa Inca yang terakhir, Pacha-cutek, itu ditemukan bangunan berbentuk istana, kuil, ruang-ruang penyimpanan, tempat pemandian, dan 150 rumah. Keberadaan Machu Picchu selama puluhan tahun sengaja disembunyikan dan dirahasiakan, terutama dari Spanyol yang menjajah Peru pada 1533.
Terkait dengan Bingham sebagai penemu Machu Picchu, akhir-akhir ini kalangan sejarawan memiliki pandangan lain. Machu Picchu sebenarnya sudah ditemukan kembali 40 tahun sebelum ditemukan oleh Bingham. Penemunya Augusto Berns, penjelajah dan pengusaha asal Jerman yang menjarah habis harta karun yang ada di Machu Picchu. Berns diyakini sudah menjual kayu dan emas Peru sekaligus menjarah Machu Picchu sejak 1867 dan semua transaksi itu legal, artinya mendapat izin resmi dari Pemerintah Peru pada waktu itu.
Untuk memperlancar bisnisnya, Berns membangun tempat penggergajian kayu gelondongan di dekat Machu Picchu dan sedikit demi sedikit mencuri artefak-artefak berharga dan menjualnya ke galeri-galeri seni dan museum-museum di Eropa. Keberadaan dan sepak terjang Berns baru diketahui setelah ada sejarawan yang menemukan sebuah peta di museum nasional Peru. Kini kalangan peneliti dan sejarawan tengah mencari tahun seberapa banyak sebenarnya artefak yang diambil Berns.
Peru yang kaya akan situs-situs arkeologi sampai saat ini masih menghadapi persoalan penjarahan dan perdagangan artefak di pasar gelap internasional.
Warisan dunia
Bagi suku Inca dan masyarakat Peru secara keseluruhan, Machu Picchu yang dianugerahi Warisan Dunia oleh Unesco itu menjadi simbol kejayaan kerajaan suku Inca. Machu Picchu menjadi tujuan wisata yang tidak pernah sepi wisatawan yang penasaran melihat kecanggihan bangunan tembok batu di kota tua seluas 20 hektar denga 140 bangunan batu itu.
Bagian yang mengagumkan dari Machu Picchu ada pada kontruksi tembok batu raksasanya. Berbeda dengan Borobudur yang disusun dari batu mayoritas berbentuk kotak dan teratur rapi, tembok Machu Picchu dibuat dari batu granit seberat 50 ton yang bentuk dan ukurannya berbeda-beda.
Bahkan, tidak ada rongga sedikit pun antara satu batu dan batu lain. Para ahli arsitektur menduga, suku Inca menggunakan teknik dry stone untuk membuat tembok raksasa. Teknik ini tidak menggunakan bahan material apapun untuk merekatkan batu. Batu hanya diatur tak beraturan seperti main puzzle, tetapi rapi karena batu-batu itu seperti dipotong agar pas satu sama lain. Cara Inca memotong batu-batu masih menjadi misteri sampai sekarang. Bahkan, batu-batu itu juga tampak seperti dipoles karena permukaannya yang mulus.
Pasalnya, pada zaman teknologi modern seperti sekaran ini saja perlu waktu berjam-jam untuk memotong satu batu granit. Itu pun harus pakai alat potong khusus. Saking canggihnya bangunan dan tembok batu Machu Picchu, orang-orang yang membangun Machu Picchu dianggap sebagai tukang batu yang terbaik di dunia.
Peradaban Inca yang canggih dan sebagian besar masih menjadi misteri-termasuk misteri musnahnya peradaban Inca ini yang membuat Pemerintah dan masyarakat Peru ngotot untuk menelusuri dan meminta kembali semua artefak yang hilang dibawa lari keluar dari Peru. Bahkan, Presiden Garcia bersedia mengeluarkan biaya sebesar apa pun untuk mengembalikan semua artefak warisan budaya Peru asalkan jual beli ilegal artefak Peru di pasar gelap bisa dihentikan.
No comments:
Post a Comment