Wednesday, August 7, 2013

Sekolah Tempat Tan Malaka Mengajar Tak Terawat

TEMPO.CO, Semarang--Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sedang selidiki akar sejarah gedung tua bekas sekolah tempat Tan Malaka mengajar di Kota Semarang. Bangunan gedung tua yang diselidiki itu berada Jalan Gendong Selatan No. 1144 Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, yang kini kondisinya tak terawat dan nyaris roboh.

"Kami telah mendatangi gedung itu untuk dilanjutkan kajian ilmiah," kata Kepala Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Gutomo saat dihubungi pada hari Ahad, 4 Agustus 2013 kemarin.

Menurut Gutomo, kehadiran timya ke gedung yang konon pernah dijadikan kantor organisasi Sarekat Islam itu untuk mendapatkan sejumlah data yang hendak dijadikan bahan kajian. Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah telah mengirimkan sorang arkeolog dan sejarawan yang kumudian untuk melakukan kajian. "Hasil kajian itu kami gunakan untuk keluarkan rekomendasi apakah gedung itu masuk ketagori benda cagar budaya atau tidak," kata Gutomo menambahkan.



Selain mengunjungi secara langsung bangunan, Gutomo juga mendapat masukan dari sejumlah masyarakat sekitar bangunan mengenai sejarah keberadaan gedung itu. Ia juga tak menutup kemungkinan adanya masukkan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan kajian yang hendak dilakukan.

Hasil pantauan Tempo, gedung yang sebagian atapnya telah rusak parah itu dan menghadap ke arah barat itu telah dikelola oleh sebuah sperti tertulis di papan nama "Yayasan Balai Muslimin (Yabami) Semarang". Sebuah tanda fisik yang menunjukkan gedung itu pernah digunakan oleh Sarekat Islam bisa dibuktikan pada sebuah ubin lantai di tengah ruangan dengan motif tulisan "SI".

Seorang warga Kelurahan Sarirejo, Supardi menjelaskan, bangunan bersejarah itu dulu pinta tiga pintu, namun dirubah oleh pengelola menjadi satu pintu. Yayasan Balai Muslimin (Yabami) Semarang ini sudah tak lagi digunakan karena kondisi fisik bangunan yang rusak. "Sebelumnya pernah digunakan untuk aktivitas keagamaan hingga pentas seni. Bahkan untuk sholat Jum"at," kata Supardi

Sementara itu dalam catatan buku "Semarang" yang diterbitkan tahun 1956 oleh Soekirno, membenarkan keberadaan gedung itu sebagai kantor Sarekat Islam dan tempat mengajar anak-anak pribumi. Soekirno dalam bukunya menyebutkan gedung tersebut dibangun dimulai pada 1919 dan selesai setahun kemudian. "Dana pembangunan diperoleh dari iuran anggota SI" kata Soekirno dalam bukunya.

Pada masa maish digunakan, gedung itu juga dikenal sebagai Gedung Rakyat Indonesia dan pusat konsolidasi kaum pergerakan di Semarang, seperti Semoun dan kawan-kawan.
EDI FAISOL

No comments:

Post a Comment