Pakaian adat kombo wolio berwarna-warni dan sanggul khas yang dibentuk di kepala gadis-gadis Buton saat ritual adat pekandake-kandea menandakan bahwa mereka belum menikah. Pekandake-kandea adalah acara yang tepat untuk mereka menemukan jodoh yang sesuai tambatan hati.
Tradisi pekandake-kandea dalam bahasa Wolio berarti makan-makan. Tradisi ini memiliki banyak makna tidak sekadar sebagaibentuk nyata rasa syukur kepada Tuhan setelah menjalankan ibadah puasa selama satu bulanatau puasa syawal.Akan tetapi, tradisi ini juga merupakan media yang digunakan muda mudi Buton untuk mencari jodoh. Dahulu tradisi ini merupakan pesta menyambut pahlawan yang kembali membawa kemenangan setelahberperang.
Tradisi pekandake-kandea biasanya dilaksanakan seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri atau awal bulan Syawal. Tradisi tersebut merupakan warisan nenek moyang suku buton dan sudah berlangsung selama berabad-abad. Bagi masyarakat Buton, tradisi ini merupakan kebanggaan yang harus terus dilestarikan mengingat nilai dan fungsinya dalam kehidupan sosial. Sebuah warisan tradisi yang tidak bisa dinilai oleh nominal angka.
Dalam prosesi adat ini, panitia ritual menyiapkan talam yang berisikan makanan, dan dijagai para gadis-gadis di desa setempat untuk melayani masyarakat yang ingin makan.Sebelum acara dimulai, sekumpulan anak gadis akan berdandan denganberpakaian adat kombo wolio. Berikutnya mereka akanduduk manis menjaga nampan yang dibawa masing-masing. Nampan tersebut terbuat dari perak berisi berbagai macam kue tradisional.
Ketika acara dimulai, dua orang panitia akan tampil untuk mengucapkan woresebagai penanda. Kemudian keduanya akan mengucapkan pantun dengan bunyi “Maimo sapo lapana puuna gau“ dan “Katupana Mia bari ‘amatajamo“ yang ditemani alunan musik kadandio dan dounauna yang indah.
Remaja pria dan tamu berkesempatan untuk duduk menghadap nampan berisi kue tradisional tersebut. Sebelum berkesempatan menikmati kue-kue tersebut, para pemuda akan menyampaikan isi hatinya dengan berpantun dan irama lagu. Kemudian para gadis akan memberikan suapan kue kepada para pemuda sebagai tanda terima kasih.
Pengunjung yang ikut menikmati kue-kue tersebut dapat memberikan sejumlah uang sesuai kerelaan kepada para gadis tersebut sebagai bentuk terima kasih.Selama prosesi tradisi berlansung, pengunjung yang datang akan dihibur berbagai acara adat berupa lagu dan musik daerah dengan tabuna beduk. Di akhir acara, para gadis, anak-anak dan masyarakat umum lainnya boleh ikut serta dalam parade kombo wolio.
Salah satu desa yang ditunjuk Pemerintah Buton untuk menghelat tradisi ini setiap tahunnya adalah Desa Tolandona, Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini bukan tanpa alasan kuat, menurut catatan sejarah masyarakat Tolandona bahwa dahulu ada empat kesatria Tolandona yang berjuang untuk mempertahankan keutuhan Kesultanan Buton dalam konflik yang menelan banyak korban jiwa. Sekitar 2 ribu masyarakat Tolandona diyakini merupakan keturunan langsung keempat ksatria tersebut.
No comments:
Post a Comment