Terdapat dua reaksi yang salah arah dalam memandang
kontradiksi antara keseriusan usaha perlindungan hak asasi manusia dengan
kondisi nyata penegakan hak – hak asasi di dunia. Reaksi pertama menyebabkan
timbulnya rasa penderitaan yang pasif dan mencari “ jalan keluar yang gampang”, sedangkan reaksi kedua
menyebakan timbulnya rasa percaya yang berlebihan dan suatu harapan yang palsu
bahwa hak – hak asasi manusia lambat laun akan menang di sebabkan oleh nilai
instriksiknya.
Reaksi pertama dipicu oleh anggapan tentang watak manusia
yang memang jahat,saling membunuh (seperti pertikaian antara Qabil dan Habil).
Manusia bukan hanya memiliki watak berani, tetapi juga rasional. Namun watak
manusia yang berani kadang – kadang mengesampingkan wataknya yang rasional, sehingga tidak jarang
perilakunya lepas kendali.
Berbeda dengan reaksi pertama, reaksi kedua memandang
konsepsi hak – hak asasi manusia memiliki kekuatan instrnsik yang menakjubkan.
Hak asasi manusia adalah sejenis agama baru yang universal, sebuah agama yang
yang nonmetafisik, tidak bersifat ukhrawi, mengandalkan akidah sekuler, tanpa ibadah, dan diciptakan sesuai dengan ukuran penduduk metropolis.
Hak asai merupakan suatu bentuk dari hukum alami bagi umat manusia, yakni terdapatnya sejumlah aturan yang dapat mendisiplinkan dan menilai tingkah laku kita. Konsep nini disarikan dari berbgai ideologi dan filsafat, ajaran agama dan pandangan dunia, dan terlambang dengan negara - negara itu dalam suatu kode perilaku internasional. Dengan demikian, konsep hak asasi tidak lain adalah komitmen bangsa - bangsa di dunia tentang pentingnya penghormatan terhadap sesamanya sebagai mana di isyaratkan berbagai ideologi, filsafat, dan agama sebagai perbuatan luhur dan terpuji.
Kendati demikian hak - hak asasi manusia belum menjadi kriteria yang menentukan dalam pergaulan internasional. sebuah negara yang dinilai telah melakukan pelanggaran sistematis tehadap hak - hak asasi manusia masih bisa menandatangani perjanjian internasional, mengirim sdan menerima duta besar bahkan menjadi anggota PBB. namun kecaman dan pengecualian akan diarahkan kepada negara yang melakukan pelanggaran tadi. Dengan demikian, kendati masih diakui sebagai subjek masyarakat internasional, suatu negara yang melakukan pelanggaran sistematis terhadap hak asasi manusia tidak lagi dinilai sebagai subjek masyarakat internasional yang penuh, karena sebagai subjek masyarakat internasional yang penuh, karena kebanyakan negara akan menghindarai untuk berhubungan dengan mereka.
No comments:
Post a Comment