Sunday, September 6, 2015

Sekatenan

ASAL USUL SEKATEN

Suatu tradisi yang masih dilestarikan di Jogjakarta  hingga saat ini yaitu Sekaten yang diselenggarakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW yang lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama. Selain di Keraton Jogjakarta juga diselenggarakan di Keraton Surakarta. Sekaten sejatinya berasal dari kata “Syahadatain”. Istilah Syahadat, yang diucapkan sebagai Syahadatain ini kemudian berangsur- angsur berubah dalam pengucapannya, sehingga menjadi Syakatain dan pada akhirnya menjadi istilah “Sekaten” hingga sekarang. Upacara ini dulunya dipakai oleh Sultan Hamengkubuwana I untuk mengundang masyarakat mengikuti dan memeluk agama Islam begitu juga pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur madu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben). Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Jogjakarta, dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Keraton berseragam lengkap hingga sepanjang Malioboro sehingga akan semakin menambah nuansa budaya pada atmosfir Kota Yogyakarta.

ACARA PUNCAK

Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah “grebeg maulid”, yaitu keluarnya sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton dimana pada dasarnya menggambarkan sedekah raja kepada rakyatnya dan menyimbolkan kesejahteraan.. Masyarakat percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan tersebut, biarpun sedikit akan dikaruniai kebahagiaan dan kemakmuran. Tumpeng tersebut diperebutkan oleh warga. Perayaan sekaten akan diakhiri dengan acara Bedhol Songsong atau pentas wayang kulit semalam suntuk di Pagelaran Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

No comments:

Post a Comment