Thursday, October 2, 2014

Latar Belakang Menurunnya Nilai UN 3 Tahun Terakhir



          Dalam rangka persiapan untuk menghadapi ujian nasional, maka diadakan penulisan karya ilmiah dengan berbagai tema. Penulisan makalah ini secara tidak langsung menambah pengetahuan siswa di berbagai bidang terutama dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
            Nilai Ujian Nasional yang menurun 3 tahun terakhir ini disebabakan oleh banyak sekali faktor, seperti :
             Yang pertama adalah rendahnya minat membaca. Kenapa bisa seperti itu? Padahal jika dicermati lebih jeli, penerbitan buku, majalah maupun koran sangat meningkat. Tetapi sayang, minat ini hanya terbatas pada membaca koran dan majalah. Sedangkan minat baca yang dimaksud tentunya juga membaca buku yang memuat pengetahuan umum yang menjadikan siswa cerdas dan mampu bersaing setaraf dengan siswa dari negeri lain di bidang apa saja. Rendahnya minat membaca juga dipengaruhi berbagai faktor seperti, a) banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dari buku. b) banyaknya tempat hiburan untuk menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, dan supermarket. c) sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh. d) sifat malas yang merajalela dikalangan anak-anak untuk membaca dan belajar demi kemajuan diri masing-masing.
            Yang kedua adalah kurangnya berlatih soal yang berstandar. Pada dasarnya berlatih soal sebelum ujian nasional berlangsung merupakan hal yang harus dilakukan, karena dengan mengerjakan soal-soal yang ada membuat siswa menjadi hafal materi ujian dengan sendirinya. Tapi apakah soal yang dikerjakan siswa sudah termasuk dalam kategori soal yang berstandar? Soal berstandar adalah soal yang memiliki tinggat kesulitan tinggi. Jika siswa mampu menguasai soal dengan tingkat kesulitan tinggi, bukankah siswa juga akan mampu menguasai soal yang mudah? Tapi kenapa siswa malah lebih memilih meninggalkan soal-soal yang sulit? Jawabannya ada di diri siswa masing-masing.
            Yang ketiga adalah budaya mengandalkan bocoran, SMS, atau menyontek Orang yang di contek maupun orang yang telah memberikan bocoran belum tentu jawabannya benar. Apalagi dua tahun terakhir  ini soal ujian nasional terdiri dari dua puluh paket soal. Tentu saja setiap anak mempunyai soal yang berbeda-beda. Usaha pemerintah untuk meminimalkan para siswa untuk tidak menyontek masih saja tidak digubris. Para siswa malah mengandalkan pesan singkat atau SMS. Siswa yang mendapatkan kode soal yang sama sering berbagi jawaban kepada siswa lain. Mereka kebanyakan menggunakan broadcast messaage atau pesan siaran melalui bbm. Tak jarang juga siswa yang mengirimkan pesan singkat kepada gurunya untuk menanyakan jawaban. Selain itu banyak juga yang mendapatkan bocoran kunci jawaban dari pihak-pihak yang menjual kunci jawaban. Sungguh sangat disayangkan padahal ujian nasional itu digunakan untuk menilai seberapakah kemampuan siswa setelah melakukan pendidikan selama kurang lebih tiga tahun. Akan tetapi siwa malah menyalah gunakannya dengan cara mengandalkan bocoran, SMS, maupun menyontek. Siswa seharusnya menghadapi ujian nasional dengan hasil pemikirannya sendiri bukan malah menghalalkan segala cara.
            Keempat adalah kurangnya konsep keilmuan yang dimiliki siswa. Sebagian besar konsep ilmu yang dimiliki siswa hanya sebatas ilmu dasar. Siswa seharusnya memahami konsep ilmu sampai seluk-beluknya untuk benar-benar  memahami suatu ilmu. Jika ditanya ilmu dasar sebagian besar siswa akan menjawab dengan mudah dan benar, tapi jika ditanya lebih mendalam tentang suatu ilmu, banyak sekali siswa yang bereaksi diam. Jadi disarankan untuk para siswa agar lebih mendalami konsep keilmuan.



             

No comments:

Post a Comment